Langsung ke konten utama

Cerita di Thailand: Tersiksa di Kereta


Saya sedih mesti meninggalkan Bangkok pagi-pagi dan mesti berada di Phuket keesokan harinya. Sambil mencangklong travel bag saya yang rusak di hari pertama backpacking, saya memasuki stasiun kereta api Hua Lamphong. Sebelum memesan tiket kereta api ke Surat Thani, saya menitipkan travel bag dulu. Agak sedikit kaget tiket yang dibeli cuma 217B untuk kereta api kelas 3. Padahal di buku panduan jalan-jalan yang sedang saya bawa, si penulis mendapatkan tiket 60B lebih mahal dari saya. Hehe. Rencananya sebelum ke Surat Thani, saya ingin menyempatkan diri membeli tas di Chatuchak Weekend Market.

Jam 3 sore, saya sudah tiba di stasiun lagi. Naik ke lantai atas dan menyempatkan ibadah dulu. Dari atas saya bisa melihat aktifitas calon penumpang di ruang tunggu yang tadi pagi saya lihat masih sepi, ternyata semakin sore malah semakin ramai. Bahkan ada bapak-ibu bule yang langsung membuka dua koper mereka di tengah-tengah ruang tunggu. Koper mereka itu bukan yang ukuran mini ya, sodara-sodara. Tapi yang guede itu, yang kira-kira muat buat backpacking-an 6 bulan. Hihi. Mereka dengan santainya merapihkan isi koper sambil menyusun barang belanjaan yang sepertinya baru sudah dibeli. Seru sekali melihat aktifitas di staisun Hua Lamphong di sore hari.

Dari lantai atas di ruang shalat, saya bisa melihat jadwal keberangkatan kereta. Waktu sudah menunjukkan pukul 5, tapi saat saya coba mengecek di papan jadwal, rute Bangkok-Surat Thani mengalami keterlambatan hingga satu jam. Akhirnya saya menyempatkan shalat Maghrib dulu sekalian menunggu kereta datang.

Satu jam kemudian, kok tidak ada tanda-tanda kereta akan datang ya? Di papan jadwal masih tertulis delay dan saya sendiri masih membeku di ruang shalat. Saya melihat ke bawah, di ruang tunggu bule-bule dengan ransel bagong semakin rame saja. Kereta memang menjadi salah satu transportasi murah yang sering dijadikan alternatif mengunjungi tempat-tempat di Thailand selatan.

Jam setengah 7 nih, kok perasaan saya makin tidak enak ya? Saya turun dan mencoba bertanya ke salah seorang om-om yang sedang berdiri memandang papan jadwal. Bodohnya, bukannya langsung cari kereta ke gerbong, saya tetap yakin kalau kereta mungkin saja telat lebih lama. Sialnya, om-om yang ditanya sama sekali tidak bisa bahasa Inggris. Malah sok-sokan mengerti lagi, saya makin bingung nih. Saya tinggalkan dia dan langsung bertanya ke polisi jaga yang berdiri di dekat gerbang (dari tadi kek!). Gila, saya rasanya mau melompat saat dia bilang kereta menuju Surat Thani sudah mulai meninggalkan stasiun. Si pak polisi langsung menyuruh saya lari-lari dan menunjuk kereta di gerbong sekian (lupa, jekk) yang memang sedang berjalan pelan. Mammaaakkk..traveling bag saya berat sekaleee. *Maklum, ditambahin barang belanjaan dari Chatuchak :p*

Setelah memastikan kembali apakah itu benar kereta menuju Surat Thani dengan kondektur yang lagi berdiri di pintu, saat dia bilang iya, saya beneran langsung melompat ke kereta yang sedang berjalan pelan itu. Sesaat sebelum masuk kereta, saya melirik sebentar ke pak polisi yang tadi mengantar saya ke gerbong, dia melambaikan tangan dan air mukanya berubah jadi lega. Saya lebih lega, Pak, terima kasih.

Baiklah, tapi penderitaan belum berakhir. Kereta sudah mulai berjalan lebih cepat dan sekarang waktunya saya mencari tempat duduk. Jujur, ini pengalaman pertama saya naik kereta antar kota setelah sejak belasan tahun lalu. Saya naik kereta terakhir kali ke kampus, dengan kondisi kereta yang nyaman dan tidak pernah nyaris ketinggalan. Saya mulai celingukkan mencari tempat duduk, kira-kira saya bakalan duduk dimana nih. Dan saya mau teriak, pas salah seorang kondektur bilang tempat duduk saya ada di gerbong 1 dan saya sekarang ada di gerbong 12. Artinya? Artinyaaa...??

Cukup. Saya sudah mulai kehabisan napas melewati 11 gerbong di belakang dengan mengangkat tas yang berat dan keadaan kereta yang oleng kesana kemari saat berjalan. Baiklah, saya sudah berada di bangku, menarik napas, dan mulai memperhatikan sekeliling. Saya lupa kalau sekarang saya naik kereta api kelas 3, bergabung dengan warga lokal, lalu akan menghabiskan malam di kursi keras ini. Betapa bodohnya saya yang sudah menyamakan tingkat kenyaman saya dengan tingkat kenyaman penulis di salah satu buku backpacking itu! Saya mulai berpikir rasional dan ingat kata-kata teman saya waktu kami nyasar di Kuala Lumpur dulu, tidak semuanya yang di buku panduan itu bakal memandu! Tidak semuanya yang terlihat mudah dan gampang buat si penulis juga bakalan mudah untuk kita. Kenyataannya selalu berbeda.

Benar saja, 'penyiksaan' ini dimulai dengan pakaian saya yang tidak siap perang melawan malam. Saya cuma pakai jaket tipis dan sandal jepit. Semakin malam, udara malam semakin menusuk. Memang, jendela di dekat saya sudah ditutup, tapi jendela di bangku penumpang di barisan kiri rata-rata terbuka lebar. Saya benar-benar tidak bisa tidur dan berulang kali terbangun. Akhirnya saya mengambil kaus kaki wool di dalam tas dan berusaha menyelamatkan kaki. Kaki saya rasanya sudah beku saat itu. Saya benar-benar mengutuki diri saya yang ingin hemat, tapi seperti menyiksa diri. Telinga dan wajah saya juga sudah beku dan mati rasa. Topi yang saya kenakan ternyata tidak mampu menahan hawa dingin udara malam yang membuat telinga ikutan membeku. Saya memang tidak bawa topi wool, ya lagian buat apaan? Thailand kan panas. :(

Jam 3 pagi saya terbangun dan bersumpah tidak mau tidur lagi. Rasanya seperti mimpi buruk berada di kereta ini! Kenapa nggak pesen sleeper aja tadi?!, gerutu saya saat itu. Untungnya saya sebangku dengan ibu-ibu lokal yang lumayan ramah walaupun tidak bisa sedikitpun bahasa Inggris. Dia selalu berusaha mengajak saya berbicara walaupun di antara kami terdapat batasan bahasa. Yasudahlah, setidaknya saya masih bisa berpikiran positif di saat kondisi menyiksa seperti ini.

Tapi lagi-lagi pikiran negatif saya kambuh, duh..mana yang katanya naik kereta api kelas 3 nyaman? Mana yang katanya bisa tidur nyenyak? Penipu! Saya kok malah berulang kali menggerutui pengalaman penulis yang bukunya sedang saya jadikan panduan ini ya? Haha. Ternyata memang benar kata teman saya, apa yang dirasakan penulis di buku panduan jalan-jalan bisa saja selalu berbeda dengan apa yang kita rasakan. Kita tidak harus selalu menjadi 'kere' untuk berhemat, tapi setidaknya kita juga harus bisa memastikan apakah akomodasi/transportasi yang dianjurkan penulis sesuai dengan kita. Bisa saja rate atau kenyamanan yang ada dirasakan penulis berbeda dengan yang ada di lapangan.

Jam setengah 5 pagi, ibu-ibu ramah tadi turun di stasiun yang jaraknya kurang lebih 3 stasiun sebelum Surat Thani. Dia tersenyum ramah dan mendoakan saya selamat sampai tujuan. Khob khun mak kha, Bu.. (terima kasih banyak). Tapi mata saya kok merem melek begini? Saya malah mengantuk diterpa angin Subuh yang mulai menyejukkan, bukan menusuk kulit! Di sepanjang perjalanan mulai terlihat pohon kelapa khas wilayah pantai dan katanya sudah mulai dekat dengan stasiun Surat Thani.

Tidak terasa saya menempuh perjalanan hampir 12 jam hingga sampailah saya di stasiun Surat Thani dan selanjutnya akan meneruskan perjalanan ke Phuket dengan bus. Betapa kagetnya saya saat mendapati jemari kaki yang terbungkus kaus kaki sudah membengkak. Benar-benar bengkak dengan jemarinya yang membesar. Hiks... Saya buru-buru membersihkan muka, membungkus kaki dengan sepatu kets, dan bersiap menuju Phuket dengan mata panda.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu...

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita teta...

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola ...

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Ame...

Berniat Pacaran dengan Cowok Skandinavia? Baca Ini Dulu!

"Semua cowok itu sama!" No! Tunggu sampai kalian kenalan dan bertemu dengan cowok-cowok tampan namun dingin di Eropa Utara. Tanpa bermaksud menggeneralisasi para cowok ini, ataupun mengatakan saya paling ekspert, tapi cowok Skandinavia memang berbeda dari kebanyakan cowok lain di Eropa. Meskipun negara Skandinavia hanya Norwegia, Denmark, dan Swedia, namun Finlandia dan Islandia adalah bagian negara Nordik, yang memiliki karakter yang sama dengan ketiga negara lainnya. Tinggal di bagian utara Eropa dengan suhu yang bisa mencapai -30 derajat saat musim dingin, memang mempengaruhi karakter dan tingkah laku masyarakatnya. Orang-orang Eropa Utara cenderung lebih dingin terhadap orang asing, ketimbang orang-orang yang tinggal di kawasan yang hangat seperti Italia atau Portugal. Karena hanya mendapatkan hangatnya matahari tak lebih dari 3-5 minggu pertahun, masyarakat Eropa Utara lebih banyak menutup diri, diam, dan sedikit acuh. Tapi jangan salah, walaupun dingin dan hampa...