Kalau ingin menilai diri sendiri, saya termasuk orang yang introvert secara publik, namun tidak secara personal. Saya memang lebih suka tempat-tempat yang tenang demi hanya membaca buku atau berjalan menikmati alam. Tapi sesuka-sukanya saya dengan ketenangan, Denmark menurut saya terlalu kaku!
Karena tinggal hanya 11 km dari Kopenhagen, tentunya waktu luang saya sering dihabiskan di kota ini. Sama seperti Amsterdam, warga Kopenhagen juga lebih suka mengendarai sepeda ke tempat-tempat yang masih menjadi The Great Copenhagen Area. Selain harga tiket transportasi umum yang mahal, Kopenhagen hanyalah kota kecil yang jalanannya kebanyakan flat sehingga sangat nyaman bersepeda serta tidak terlalu lama menjangkau ke banyak tempat. Jalanan untuk sepeda pun dibuat serapih mungkin agar hak pengendara sepeda terjamin.
Saya memang belum pernah ke kota-kota besar lain seperti Århus atau Odense, tapi melihat Kopenhagen, cukup memberikan gambaran bagaimana suasana kota-kota lainnya. Walaupun Kopenhagen adalah kota terbesar sekaligus ibukota Denmark, tapi kota ini sungguh sepi. Jika ingin melihat banyak orang berlalu lalang, silakan saja mendatangi tempat-tempat yang sering didatangi turis di sekitar area stasiun utama Kopenhagen, Nørreport, hingga Østerport.
Daerah itu pun menjadi ramai karena memang pusat-pusat tempat wisata berada disana. Selain itu, ada juga jalan terkenal bernama Strøget (baca: Stro' el) yang kanan-kirinya kebanyakan toko-toko fashion yang nantinya jalan ini berujung di salah satu mall dan Nyhavn (baca: Nuha 'n).
Salah satu sudut keramaian di sentral Kopenhagen |
Daerah pejalan kaki yang kanan kirinya pertokoan memang tidak pernah sepi |
Saat naik bus dari Herlev (baca: Hearlu), suasana terasa begitu lenggang walaupun saya sudah masuk bagian utara wilayah Kopenhagen. Namun suasana berubah ramai saat bus berhenti di stasiun Nørreport. Pernah juga saya berhenti di bagian lain Denmark, Bagsværd, yang tidak jauh dari Herlev. Ketika ingin ganti bus menuju Herlev, stasiun terasa begitu sepi dan hening. Padahal hari itu Sabtu dan waktu belum menunjukkan pukul 9 malam. Saya membayangkan masih begitu hidupnya suasana di kota kecil Belgia di waktu yang sama.
Don't worry, she'll be fine in lonesome. |
Salah satu sudut permukiman mahal di Hellerup |
Suasana hening pun juga terasa saat naik kendaraan umum di Denmark. Di bus, metro, ataupun kereta, orang-orang sepertinya tutup mulut lalu hanya memandangi ponsel atau luar jendela. Di kereta sendiri, ada satu koridor yang khusus ditujukan untuk orang-orang anti bising. Bahkan pernah ada kejadian teman saya yang sedang main ponsel dengan earphone dan jelas-jelas tanpa suara pun, ditegur oleh nenek-nenek. "Kamu tahu tidak kalau ini ruangan anti bising?", katanya dalam bahasa Denmark.
Tapi dibalik sepi dan heningnya negara ini, sebenarnya rasa tenteram dan aman selalu dapat saya rasakan. Suatu malam, saat baru satu minggu di Denmark, saya sempat tersasar hingga dua jam. Selain ponsel mati, saya juga sulit sekali menemui orang yang sekedar lewat di jalanan demi menanyakan arah. Beruntung saya berhasil bertemu dengan dua orang pesepeda, lalu satu orang wanita yang sedang mengajak jalan anjingnya di tengah malam. Alhamdulillah dari wanita itulah saya akhirnya bisa menemukan jalan pulang ke rumah dengan aman. Sialnya, jalan yang harusnya bisa ditempuh 8 menit saja menembus hutan, terpaksa menjadi 55 menit karena saya harus berputar melewati jalanan aspal.
Jalanan sekitar stasiun utama Kopenhagen dan Tivoli di Sabtu malam |
Saya jadi mengerti mengapa Denmark dijuluki sebagai salah satu kota teraman di dunia selain Selandia Baru. Jumlah populasi yang sedikit membuat tingkat kriminalitas di negara ini sangat rendah. Tidak akan ada yang merampok, membegal, ataupun menculik sekiranya kita ingin jalan kaki sendirian di tengah malam sekali pun. Saya juga pernah mendengar pengakuan seorang ekspatriat dari Amerika yang sudah tinggal lama di Kopenhagen mengatakan bahwa hanya di Denmark dia berani berjalan kaki membawa anjingnya saat jam 2 pagi. Di Washington DC, tempat dia tinggal, ada beberapa wilayah yang saat siang hari pun dia tidak berani lewati.
Selain jumlah populasinya yang sedikit, Brian, host dad saya, juga mengatakan kalau sebenarnya tidak ada yang berbahaya di Denmark. Mereka tidak punya singa, hewan berbisa, atau sesuatu yang mematikan seperti di Indonesia. Bahkan kalau bertemu laba-laba pun, tidak perlu juga dibunuh karena biasanya mereka hanya menumpang lewat. Fiuuhh..
Hej, saya Mira salam kenal.
BalasHapusSebelumnya pernah komen di tread yg lain tapi tidak dibalas��
Skrng sy aupair di Eskiltuna, Sweden, 1 jam naik kereta dari Stockholm. Disini tidak menemukan org Indonesia apalg aupair Indonesia(atw mungkin sy terlalu introvert).
Let me know if u want to visit Stockholm or maybe going to the north to see Northern lights(my bucket list, tapi blm ada temen).
I am waiting for ur reply��
Hi Mira.. Makasih banyak ya udah mampir dan komen ;)
HapusWahh.. seneng banget dapet undangan ke Stockholm! I'm pretty sure I'll be there next time. Kalo mau maen ke Kopenhagen, please let me know juga ya. Seru banget kedatangan temen au pair Indonesia juga kesini. Di DK juga kebanyakan yang au pair anak2 Filipina. Susah banget nemuin anak2 muda Indonesia yang au pair disini. Kalopun ada, mereka kayak gak terlacak :D
Kamu punya email? Mungkin kita bisa saling kontak. I feel you banget gimana susahnya nyari temen senasib di Skandinavia ini.
mira.ordinarygurl91@gmail.com
BalasHapusAkhirnya komen di bales juga ;)
Itu emailku.. Di tunggu yahh...
Hi Nin, seneng banget baca blog kamu, informasinya sangat sangat berguna :) mudah-mudahan January 2016 aku ke Copenhagen selama 5 hari, rencananya tinggal dirumah teman. Kalau kamu ada waktu dan bisa ketemuan pasti menyenangkan, aku asalnya dari Palembang :)
BalasHapusDitunggu kabarnya
Hi Camellia..
HapusMakasih ya udah mampir dan ninggalin komen disini ;)
Kamu dari Palembang juga? Seneng bangeeett!! Kesini dalam rangka apa? Punya email atau WhatsApp? Mungkin bisa ngobrol2 lebih banyak.