Saya memang tidak banyak cerita soal kencan-kencan singkat saya di Eropa. Tapi entah kenapa proses ketemuan sekali ini sedikit lucu, malu (walaupun saya cukup tidak tahu malu), dan berbeda dari kencan sebelum-sebelumnya.
Martin adalah cowok Swedia pertama yang saya temui baru-baru ini. Karena sudah kenal sejak 4 bulan yang lalu dan hanya bicara lewat WhatsApp, saya paksa saja dia ketemuan karena sudah capek mesti berkomunikasi via teks terus-terusan. Kami berkenalan dari salah satu online dating yang lagi dan masih hip di Eropa——you know it, Tinder! Tapi karena sudah mengobrol terlalu lama dan panjang, jadinya kita lebih mirip seperti teman baru. Meski titelnya tetap "kencan pertama", tapi saya katakan ke Martin kalau anggap saja ketemuan kali ini lebih seperti reunian. Walaupun sedikit aneh reunian dengan orang yang belum pernah ketemu sebelumnya, akhirnya Martin setuju-setuju saja.
Setelah mengatur waktu ketemuan yang cukup sulit, kita akhirnya sepakat ketemuan di Malmø. Sebenarnya Martin tinggal di Helsingborg dan saya sendiri lebih dekat ke Kopenhagen. Tapi agar sama-sama adil, kami mencari alternatif kota lain di luar Helsingborg maupun Kopenhagen.
Karena sudah sering berkiriman foto dan suara, bayangan wajah Martin rasanya begitu hapal di ingatan saya. Muka dan gaya cueknya mirip Kristoff yang ada di film Frozen. Saya juga sebenarnya tipe manusia visual yang cepat sekali mengenali seseorang dengan hanya melihat fotonya beberapa kali. Soal mirip atau tidaknya dengan foto, tetap saja visualisasi saya selalu tepat.
Hari itu adalah kunjungan pertama saya ke Malmø. Kereta saya tiba lebih cepat dari keretanya Martin. Berbeda dengan kencan sebelumnya, kali ini justru saya yang datang lebih cepat, padahal biasanya selalu datang telat.
Cuaca sangat bagus di Malmø. Matahari bersinar terik walaupun angin masih cukup dingin berhembus. Saya duduk di taman menunggu Martin datang. Hanya ada satu bangku panjang kosong di taman saat itu. Walaupun belum libur, tapi karena saat itu sudah Jumat sore, sepertinya memang banyak orang yang ingin menikmati hangatnya cuaca di luar. Sambil menunggu, saya hanya melihat sekeliling sekalian sesekali melirik ponsel.
"Dua puluh menit lagi," kata Martin di WhatsApp terakhir kali.
Lima menit berselang, saya melihat seorang cowok keren dan ganteng dari sisi kanan berjalan ke arah saya membawa bunga. Mukanya memang kurang jelas karena dihiasi kacamata hitam, tapi aura kemisteriusan dan hangat cukup tertangkap lewat senyum kecilnya. Sedikit aneh memang karena harusnya Martin datang dari stasiun yang ada di sisi depan saya.
"Woooooow," kata saya saat itu dengan pedenya.
Apa itu bener Martin? Kenapa dia bawa bunga segala? Gila, ini pertama kalinya seorang cowok membawa bunga di kencan pertama! Tapi tunggu, kenapa gayanya keren sekali?
"Why are you coming from there?", tanya saya cuek dan penasaran ketika cowok itu mulai mendekat ke bangku.
Si cowok keren ini melepaskan earphone, "hah? sorry?"
Entah kenapa perasaan saya sedikit bingung saat itu. "No. No. Sorry," kata saya masih cengengesan.
"Ah, no. It's okay," katanya sambil meletakkan bunga dan duduk di samping saya.
Oh well, ini bukan bahan candaan. Kenapa juga Martin pura-pura tidak kenal? Apa ini bagian dari taktik dia? Iya, si Martin kan memang lucu dan suka bercanda di WhatsApp. Tapi...
Saya melirik cowok keren ini dan memperhatikan gayanya. Sadar kalau sedang diperhatikan, dia ikut melirik saya, "sorry?"
"No. Sorry," kata saya sambil menggeleng dan tetap nyengir kuda.
Pikiran saya jadi campur aduk. Sekali lagi saya perhatikan gaya cowok yang duduk di samping ini. Gayanya memang sungguh keren dan bukan Martin sekali! Oke, saya memang belum pernah ketemu Martin. Tapi iya, terakhir kali saat membahas soal gaya cowok-cowok Swedia yang modis, Martin sedikit tidak setuju dengan pernyataan saya. Menurutnya, cowok-cowok Swedia tidak semuanya keren. Untuk dia sendiri, setelan macam jeans dan hoodie adalah favoritnya.
Sekali lagi saya perhatikan si cowok. Karena rambutnya tertutup topi, saya tidak bisa tahu apa dia benar pakai poni seperti yang ada di foto. Cowok ini rambutnya sedikit pendek, tapi bisa jadi Martin potong rambut dulu kan sebelum ketemu saya? Cowok ini juga sedikit berjenggot tipis dan lebih maskulin, si Martin kan lebih ke muka abege.
Saya berhenti melirik dan pura-pura memandang sekeliling taman. Entah kenapa saya masih berharap kalau cowok ini Martin. Tapi kalaupun memang dia, saya juga kesal dengan sikapnya yang masa bodoh. Kami hanya berdiam diri duduk di taman hingga lima menit kemudian saya mengecek pesan baru dari.....MARTIN SEBENARNYA! O-ooww!
"Where are you now? Are you going to the North or South? I'm out to the South now," kata Martin di WhatsApp.
Karena tidak tahu malu dan demi memecahkan keheningan, akhirnya saya menegur cowok keren yang masih autis dengan musiknya ini.
"Excuse me," kata saya.
Si cowok melepaskan earphone-nya. "
"...do you know whether this place is South or North of the station?"
"To be honest, I'm not living in Malmö. I'm living in Stockholm, but I think this is the North," katanya dengan selipan aksen Swedia yang lembut.
"Ah, okay. Thank you," kata saya dengan muka kaku.
"I'm pretty sure it is," tambahnya lagi.
"Anyway, I'm so sorry, you're really really really like my friend. That's why I'm a bit confused why did you come from that side. You supposed to come from that station."
"Oh, it's totally fine. It could happen sometimes. I'm (insert: namanya) anyway," katanya sambil mengulurkan tangan.
Saya menjabat tangan si cowok keren ini, "Nin."
Sejujurnya saya tidak terlalu mendengar namanya karena terlalu dibawa perasaan terpesona. Lebay memang! Tapi serius, ini pertama kalinya cowok Skandinavia yang terkenal super dingin menyapa dan berkenalan duluan dengan stranger. Di Denmark sendiri, orang-orang hanya sibuk menatap ponsel mereka dan terlalu tenggelam dalam keheningan. Saya kira percakapan akan berakhir ketika saya berterimakasih, namun ternyata cowok ini sangat bersahabat dan hangat ingin melajutkan obrolan. Persis dengan suasana Malmø hari itu.
"So, you're living in Stockholm?" tanya saya setelah dia menanyakan tujuan saya datang ke Malmø.
"No. Actually, I'm living a bit north of Stockholm. But I'm studying in Stockholm now."
"Oh, what are you studying then?"
Akhirnya kami sedikit bercerita tentang kuliah dan pekerjaan. Cowok umur 27 tahun ini baru mulai mengambil kuliah S1-nya di jurusan Teknik Komputer karena terlalu asik bekerja dan mengumpulkan uang. Dia juga sempat cerita soal temannya yang terpaksa jadi dokter gara-gara salah jurusan seperti saya. Sepuluh menit yang cukup seru memang, hingga dia harus mengangkat telepon dari seseorang.
Setelah menutup telepon, si cowok beranjak dan mengambil bouquet bunganya. "Well, it's really nice having a talk with you. I hope you find your friend soon. Have a nice day. Bye bye."
"Thank you. You too. Hej hej!"
Saya memerhatikan cowok ini sekali lagi dari belakang. Dia membopong tas besar yang sepertinya baru habis berolahraga. Lucu memang ketika menganggap dia Martin. Mana mungkin Martin membawa tas besar saat kencan—ya, reunian. Sempat terbesit di benak untuk apa dia menunggu di taman, hingga akhirnya saya tahu, dia datang menemui pacarnya. Mereka bertemu tepat di tengah taman dan berciuman. Ahh!
Setelah harus dibuat berputar dari bagian selatan stasiun ke bagian utara, tempat saya berada, akhirnya saya bertemu juga dengan Martin. Tebakan kali ini memang tepat! Seorang cowok jangkung, memakai hoodie, dengan muka dan gaya seperti Kristoff, yang dari kejauhan memanglah Martin. Well, sebenarnya beruntung juga si cowok keren tadi pergi duluan. Saya mungkin akan sedikit bodoh kalau saja mereka benar bertemu karena sebenarnya muka Martin dan cowok itu benar-benar tidak mirip!
"If you know Swedes typically, we're actually careless and cold as other Scandinavian peeps. When we talk to our friends, we're handling our phones together. You could see in queue or in the supermarket where people really don't care about what happens around them. Obviously I can see they have their own paths and it's like "this is my own world", jawab Martin ketika saya tanya bagaimana kehidupan sosial di negaranya.
"Tapi kenapa cowok tadi dan kamu berbeda?"
"Karena mungkin kami tidak termasuk tipikal orang Swedia. Oh, mungkin bisa saja karena kami lebih senang bicara dengan orang-orang internasional. After all, we are Swedes though."
Tentang Martin:
Persis dengan cowok keren yang saya temui sebelumnya, walaupun tidak sekeren dia, tapi Martin sama hangat dan humble-nya. I think I'm falling for Swedes admittedly!
aah cowok2 swedia lembut2 dan so sweet :D #curcol :)
BalasHapusHahaha.. Setuju, Alfi! Mereka memang berbeda dari manusia Skandinavia lainnya ;p
Hapusawww ngakak baca ceritanya...soal cowok swedes yang bikin jatuh hati olala~ (keingat pengalaman ketemu swedes ditinder juga *toss tapi dijogja bukan dihabitatnya swedia) btw salam kenal dari jogja 😉😉
BalasHapusCiyeee... Yang ngedate cowok Swedia via Tinder ;p
HapusHihi.. Makasih ya udah mampir. Gimana sama si cowok jadinya?
Hi nin, thanks bgt udah cerita-cerita.. Dan, ya hampir semua benar dan aku temuin di doi hahaha.
BalasHapusMany thanks nin! Langgeng yah!
its been 8 months aku kenal dengan cowok sweden. dan minggu lalu dia kirim hadiah untuk saya, baru kemarin saya terima hadiahnya dan dia merahasiakan isi paketnya then wow! saya diberi perhiasan anting silver dengan model snowflakes. katanya "you wanted to experience the snow so i figured it out. i hope these snowflakes would satisfies you". padahal cuma teman dan belum pernah bertemu tapi kok rela keluar uang banyak untuk ngasih hadiah. jadi baper kan :))))))
BalasHapusAhh so sweet :)
HapusTapi sebenernya, berapa duit yang dia keluarin gak perlu kamu pikirin. After all, ngirim barang dari Swedia ke Indo plus harga barang yang dia kasih, anggap aja totally effort ;)
Semoga bisa ketemu si cowok ya someday. Plus, semoga kamu beneran bisa ngerasain salju.
Jadi baper juga, baru kenal dan Deket sama cowok Sweden. He's totally romantic, humoris, humble dan appricate our culture. Minggu depan dia datang ke Indonesia. Can't wait to see him.
BalasHapusAda sarankah? Ini pengalaman pertama ketemu dan dating dengan bule.... mksh dan Salam kenal
Yeay!! Yang mau ketemuan... ;)
HapusJust be yourself aja. Treat him good. Tapi jangan treat him as your Indonesian man. Kalo dia gak mau bayarin makan, jangan baperan. Soalnya budaya di Skandinavia emang begitu :)
Hati2 juga ngajakin dia makan di emperan kalo ini pengalaman pertama dia ke Indonesia. Kesian, ntar perutnya gak nerima dan malah diare sampe mencret2.
Cowok Skandinavia tuh seneng kalo cewek yang lebih agresif dan sedikit dominan. Jadi gak usah gengsi2an deh. Kalo mau makan, ya makan aja. As I said, jangan perlakukan dia kayak cowok2 Indonesia yang banyak modusnya! Huhu.
Enjoy the meetup!
bener banget,, aku kenal cowok swedish dan orgnya ramah sopan. tapi sayang udah balik ke negaranya .. hehehe
BalasHapusKalo aku punya sahabat pena orang Swedeen asli..memang orangnya enak diajak bertukar pikiran,open minded dan sangat respek sama cewek..tapi aku bilang dia..kita cocoknya jadi sahabat saja..dan sampai sekarang dia sudah jadi sama orang Ukraina dan aku dengan australia man...kita tetap saling menyapa dan sesekali bertukar pikiran...wah kalo dipikir pikir..kita itu berdua seperti brother n sister...cool
BalasHapusCool! Keep in touch terus! :)
Hapus