Memegang peringkat ke-3 (2018) sebagai negara terbahagia di dunia, tidak membuat Denmark menjadi tempat yang membahagiakan bagi para au pair. Terbukti dengan adanya wacana untuk melarang semua au pair non-Eropa di awal tahun 2018 kemarin, semakin menguatkan fakta bahwa peran au pair tidak lagi sama di negara ini.
Au pair berasal dari bahasa Prancis "at par" atau "equal to", yang mengindikasikan bahwa status au pair mesti disejajarkan, dianggap, dan diperlakukan seperti keluarga, bukan sebagai tukang bersih-bersih. Au pair mulai diperkenalkan di tahun 1840 saat keluarga kelas menengah merasa membutuhkan pengasuh untuk merawat anak-anak mereka di zaman perang. Biaya pengasuh saat itu sangat mahal, sehingga hanya bangsawan elit saja yang bisa membayar upah pekerja. Karena banyaknya permintaan inilah, gadis-gadis muda dari kelas menengah yang ingin mandiri dan menghasilkan uang sendiri bekerja sebagai pengasuh lepas. Agar gadis-gadis ini tidak sama layaknya 'pelayan berseragam', maka lahirlah konsep au pair yang ada hingga sekarang.
Sayangnya, tujuan asli au pair semakin tergerus zaman. Au pair yang harusnya diperlakukan sebagai keluarga, malah dimanfaatkan untuk bekerja lebih namun dibayar dengan upah rendah. Seiring dengan banyaknya kasus abusive yang dilaporkan di tahun 1998, pemerintah Filipina membuat pelarangan bagi semua anak-anak muda di negaranya untuk keluar negeri dan bekerja sebagai au pair. Hingga akhirnya, larangan tersebut dicabut di tahun 2010 untuk Denmark, Norwegia, dan Swiss, diikuti negara lainnya di tahun 2012.
Kasus penganiyaan terhadap au pair di Denmark lagi-lagi mencuat di awal 2018. Beberapa partai yang tergabung di parlemen sampai mengajukan wacana untuk melarang semua au pair non-Eropa untuk datang ke Denmark. Swiss sudah berhasil melakukannya di tahun 2015. Namun keputusan akhir yang dikeluarkan di pertengahan 2018 ternyata belum mengabulkan regulasi baru ini karena masih harus mengevaluasi banyak faktor terlebih dahulu.
Saya tahu keluarga jahat dan tidak adil itu ada dimana-mana, tidak hanya di Denmark. Namun di saat negara lain terlihat sangat tegas melindungi au pair, Denmark malah sebaliknya. Peraturan yang semula menawarkan au pair untuk bekerja membantu mengurus anak dan mengerjakan tugas rumah tangga ringan, digeser menjadi murni tugas bersih-bersih saja. Bahkan pernah ada satu pasangan peternak yang mencari au pair khusus untuk membantu merawat hewan ternak mereka di kampung.
Di Belgia, setiap keluarga yang ingin punya au pair wajib memiliki anak berusia maksimal 13 tahun. Tugas au pair pun kebanyakan mengurus anak karena keluarga di Barat rata-rata sudah punya cleaning lady. Di Denmark dan Norwegia, keluarga tidak harus punya anak untuk mendatangkan au pair. Bahkan Skandinavia masih memperbolehkan keluarga memiliki au pair hingga anak berumur 17 tahun. Asal tujuannya ingin 'pertukaran budaya', satu keluarga sudah bisa mempekerjakan au pair untuk membantu tugas rumah tangga seperti cleaning atau memasak. Could you see it? Keluarga Skandinavia jadi sangat manja dan sangat bergantung dengan au pair meski anaknya sudah dewasa.
Saya datang ke Denmark tahun 2015 saat au pair Filipina sudah merajai lebih dari 80% populasi au pair disana. Tidak jarang saya mendengar banyak sekali kasus kerja lembur, tidak dibayar, diperlakukan layaknya cleaning lady, hingga au pair kabur yang menimpa para gadis Filipina tersebut. Mereka memang tidak pantas mendapatkan perlakuan demikian. Namun meskipun masyarakat Filipina dikenal sebagai orang-orang tangguh, pekerja keras, serta pengambil resiko, sayangnya tidak dibarengi dengan sikap berani berkonfrontasi. Kerja apa saja oke asal dapat uang dan hutang terbayar. Hal inilah yang membuat banyak sekali keluarga Skandinavia memanfaatkan au pair karena tahu mereka tidak bisa berkata tidak. Imbasnya, imej jelek au pair pun semakin terpatri di pikiran orang-orang di Denmark.
Belum lagi persyaratan visa au pair ke Skandinavia yang super mudah, memungkinkan banyak anak muda dari Filipina dan Indonesia makin berbondong-bondong ingin kesini. Dari yang tadinya Denmark tidak terkenal, semakin dijadikan negara impian tujuan au pair. Lucunya, tujuannya bukan untuk belajar bahasa atau mengagumi keindahan Denmark sepenuhnya, tapi murni karena uang. Bagus kalau dapat keluarga baik, but unfortunately I never trust Danish families anymore. Keluarga Denmark saya dulu memang tidak perhitungan, sangat menyenangkan, dan super royal. Soal pekerjaan, you won't believe what I have done because it was too much! Tapi karena sifat mereka yang baik dan positif ini jugalah yang membuat saya tidak sempat mengeluh.
Saya tergabung di grup au pair Denmark yang sering kali menerima curhatan tidak menyenangkan. Dari yang mulai keluarganya super perfeksionis, terlalu perhitungan, pelit makanan, hingga egois. Bahkan ada au pair baru di Denmark yang kaget setelah tahu rentetan tugas yang selama ini tidak pernah terbayangkan. No childcare, only cleaning. Period. Eh wait, the standard must be oriented to five-star hotel.
Tapi sebelum menyalahkan si keluarga, saya tetap ingin menggarisbawahi bahwa sebagai au pair Indonesia, kita jangan manja dan penakut. If you are mistreated, then speak up! Tidak berani juga bicara, then leave! Jangan pernah berpikir bahwa si keluarga berubah kalau kita tidak pernah mengutarakan apa yang salah. Jangan pernah juga berpikir malas untuk mengurus semua paper dari awal, jika memang bermasalah dan harus pindah. Beberapa au pair Indonesia yang saya kenal malas ganti keluarga hanya karena tidak ingin ribet urusan kontrak baru dan sudah nyaman dengan tempat tinggalnya. Sampai akhirnya, mereka menahan hati tinggal di lingkungan keluarga yang tidak sehat.
Saya suka Denmark dan tidak punya alasan untuk membenci. Momen terbahagia dalam hidup saya pun sebetulnya saat berada di negara ini. Namun kalau ingin jujur, saya tidak akan merekomendasikan negara ini untuk au pair Indonesia. Keluarga yang benar-benar baik di Denmark mungkin hanya 4:100. Go ahead to the West, girls! Kamu akan lebih dihargai disana dan pelajaran bahasa mu juga akan lebih melekat karena masih banyak yang tidak bisa bahasa Inggris.
Just don't come to Denmark as an au pair!
Au pair berasal dari bahasa Prancis "at par" atau "equal to", yang mengindikasikan bahwa status au pair mesti disejajarkan, dianggap, dan diperlakukan seperti keluarga, bukan sebagai tukang bersih-bersih. Au pair mulai diperkenalkan di tahun 1840 saat keluarga kelas menengah merasa membutuhkan pengasuh untuk merawat anak-anak mereka di zaman perang. Biaya pengasuh saat itu sangat mahal, sehingga hanya bangsawan elit saja yang bisa membayar upah pekerja. Karena banyaknya permintaan inilah, gadis-gadis muda dari kelas menengah yang ingin mandiri dan menghasilkan uang sendiri bekerja sebagai pengasuh lepas. Agar gadis-gadis ini tidak sama layaknya 'pelayan berseragam', maka lahirlah konsep au pair yang ada hingga sekarang.
Sayangnya, tujuan asli au pair semakin tergerus zaman. Au pair yang harusnya diperlakukan sebagai keluarga, malah dimanfaatkan untuk bekerja lebih namun dibayar dengan upah rendah. Seiring dengan banyaknya kasus abusive yang dilaporkan di tahun 1998, pemerintah Filipina membuat pelarangan bagi semua anak-anak muda di negaranya untuk keluar negeri dan bekerja sebagai au pair. Hingga akhirnya, larangan tersebut dicabut di tahun 2010 untuk Denmark, Norwegia, dan Swiss, diikuti negara lainnya di tahun 2012.
Kasus penganiyaan terhadap au pair di Denmark lagi-lagi mencuat di awal 2018. Beberapa partai yang tergabung di parlemen sampai mengajukan wacana untuk melarang semua au pair non-Eropa untuk datang ke Denmark. Swiss sudah berhasil melakukannya di tahun 2015. Namun keputusan akhir yang dikeluarkan di pertengahan 2018 ternyata belum mengabulkan regulasi baru ini karena masih harus mengevaluasi banyak faktor terlebih dahulu.
Saya tahu keluarga jahat dan tidak adil itu ada dimana-mana, tidak hanya di Denmark. Namun di saat negara lain terlihat sangat tegas melindungi au pair, Denmark malah sebaliknya. Peraturan yang semula menawarkan au pair untuk bekerja membantu mengurus anak dan mengerjakan tugas rumah tangga ringan, digeser menjadi murni tugas bersih-bersih saja. Bahkan pernah ada satu pasangan peternak yang mencari au pair khusus untuk membantu merawat hewan ternak mereka di kampung.
Di Belgia, setiap keluarga yang ingin punya au pair wajib memiliki anak berusia maksimal 13 tahun. Tugas au pair pun kebanyakan mengurus anak karena keluarga di Barat rata-rata sudah punya cleaning lady. Di Denmark dan Norwegia, keluarga tidak harus punya anak untuk mendatangkan au pair. Bahkan Skandinavia masih memperbolehkan keluarga memiliki au pair hingga anak berumur 17 tahun. Asal tujuannya ingin 'pertukaran budaya', satu keluarga sudah bisa mempekerjakan au pair untuk membantu tugas rumah tangga seperti cleaning atau memasak. Could you see it? Keluarga Skandinavia jadi sangat manja dan sangat bergantung dengan au pair meski anaknya sudah dewasa.
Saya datang ke Denmark tahun 2015 saat au pair Filipina sudah merajai lebih dari 80% populasi au pair disana. Tidak jarang saya mendengar banyak sekali kasus kerja lembur, tidak dibayar, diperlakukan layaknya cleaning lady, hingga au pair kabur yang menimpa para gadis Filipina tersebut. Mereka memang tidak pantas mendapatkan perlakuan demikian. Namun meskipun masyarakat Filipina dikenal sebagai orang-orang tangguh, pekerja keras, serta pengambil resiko, sayangnya tidak dibarengi dengan sikap berani berkonfrontasi. Kerja apa saja oke asal dapat uang dan hutang terbayar. Hal inilah yang membuat banyak sekali keluarga Skandinavia memanfaatkan au pair karena tahu mereka tidak bisa berkata tidak. Imbasnya, imej jelek au pair pun semakin terpatri di pikiran orang-orang di Denmark.
Belum lagi persyaratan visa au pair ke Skandinavia yang super mudah, memungkinkan banyak anak muda dari Filipina dan Indonesia makin berbondong-bondong ingin kesini. Dari yang tadinya Denmark tidak terkenal, semakin dijadikan negara impian tujuan au pair. Lucunya, tujuannya bukan untuk belajar bahasa atau mengagumi keindahan Denmark sepenuhnya, tapi murni karena uang. Bagus kalau dapat keluarga baik, but unfortunately I never trust Danish families anymore. Keluarga Denmark saya dulu memang tidak perhitungan, sangat menyenangkan, dan super royal. Soal pekerjaan, you won't believe what I have done because it was too much! Tapi karena sifat mereka yang baik dan positif ini jugalah yang membuat saya tidak sempat mengeluh.
Saya tergabung di grup au pair Denmark yang sering kali menerima curhatan tidak menyenangkan. Dari yang mulai keluarganya super perfeksionis, terlalu perhitungan, pelit makanan, hingga egois. Bahkan ada au pair baru di Denmark yang kaget setelah tahu rentetan tugas yang selama ini tidak pernah terbayangkan. No childcare, only cleaning. Period. Eh wait, the standard must be oriented to five-star hotel.
Tapi sebelum menyalahkan si keluarga, saya tetap ingin menggarisbawahi bahwa sebagai au pair Indonesia, kita jangan manja dan penakut. If you are mistreated, then speak up! Tidak berani juga bicara, then leave! Jangan pernah berpikir bahwa si keluarga berubah kalau kita tidak pernah mengutarakan apa yang salah. Jangan pernah juga berpikir malas untuk mengurus semua paper dari awal, jika memang bermasalah dan harus pindah. Beberapa au pair Indonesia yang saya kenal malas ganti keluarga hanya karena tidak ingin ribet urusan kontrak baru dan sudah nyaman dengan tempat tinggalnya. Sampai akhirnya, mereka menahan hati tinggal di lingkungan keluarga yang tidak sehat.
Saya suka Denmark dan tidak punya alasan untuk membenci. Momen terbahagia dalam hidup saya pun sebetulnya saat berada di negara ini. Namun kalau ingin jujur, saya tidak akan merekomendasikan negara ini untuk au pair Indonesia. Keluarga yang benar-benar baik di Denmark mungkin hanya 4:100. Go ahead to the West, girls! Kamu akan lebih dihargai disana dan pelajaran bahasa mu juga akan lebih melekat karena masih banyak yang tidak bisa bahasa Inggris.
Just don't come to Denmark as an au pair!
Halo Nin! Sekali2 mau comment krn selama ini cuma jadi silent reader aja hihi. Jujur lgsg ciut hati ini baca post km ttg Denmark kali ini :| krn aku lagi proses isi kontrak au pair sama host fam di Denmark, plis doain aku yaa semoga baik2 dan gak ada hambatan! Oiya aku ada yg mau ditanya nih, pas km isi kontrak au pair dimintain akte lahir gak? Soalnya aku iya, secara aku lahir tahun 90-an kan akte lahirnya masih belum yg dual bahasa tuh. Mereka terima akte lahir yg full bahasa indo ini atau aku harus urus ya ke dukcapil untuk dapet yg baru ada bhs inggrisnya itu? Tolong dijwb ya Ninn
BalasHapusHalo Indira,
HapusSebaiknya kamu baca lagi soal persyaratan dokumen di nyidanmark.dk, karena disitu udah sangat jelas apa yang imigrasi butuhkan. Salah satunya ya harus mencantumkan scanned copy akte lahir. Kalo emang akte-nya masih pake bahasa Indonesia, wajib diterjemahkan terlebih dahulu ke bahasa Inggris, Jerman, atau Denmark. Soal dimana menerjemahkannya, silakan hubungi penerjemah tersumpah ya.
I really hope you would get a better family. Soalnya tiap ada yang mau ke Denmark, aku bener2 selalu tegasin ke mereka untuk diskusi panjang lebar dengan host family sebelom deal kontrak. Jangan hanya cuma modal "pengen ke luar negeri", jadinya asal comot hf aja. Secara aku udah paham banget mental dan karakter keluarga Denmark tuh gimana.
Eniwei, just let me know kalo kamu udah sampe Denmark. Biar nanti aku masukin grup dan ngobrol sama au pair Indonesia di Denmark lainnya :)
Sukses ya!
Hi Nin.. Aku udah ada di Denmark di kopenhagen. Please invite me to the grup. Thanks :)
BalasHapusHalo Lena..
HapusVelkommen til København :)
Bisa hubungin aku via “Contact” di atas? Nanti aku masukkin ke WA grup anak2 Indonesia yang jadi au pair di Denmark.
mbak,mau nanya..kalo untuk umur 40 ngk adakah kerja seperti nanny begitu?. makasih ya
BalasHapusGak ada.
HapusNanny bukan hi-skilled job di Eropa. Jadi kalo mau kerja sampingan kayak gitu, mesti datang & tinggal secara legal disini dulu. Gak bisa jalurnya kayak TKW/TKI yang biasa ke TimTeng atau sekitarnya.
Hi dear, mau tanya, untuk akte dan ijazah yg sudah di translate apakah perlu di legalisir di kedutaan Denmark dan kementrian2? Soalnya tidak ada keterangan tentang itu, hehe terimakasih banyak yah infonya..
BalasHapusKalo emang gak ada keterangannya, ya artinya emang gak perlu :)
HapusSilakan baca prosedur dapetin permitnya di postingan aku yang ini; https://art-och-lingua.blogspot.com/2015/07/mengurus-izin-tinggal-au-pair-denmark.html?m=1
Apa yang aku tulis semuanya berdasarkan dengan apa yang aki alami. Kalo gak aku tulis, ya artinya emang gak dibutuhkan.
Hi Nin..
BalasHapusBagaimana dengan AU PAIR UK ? apa sama rumit nya juga sperti Au pair EU lain ny ?
Rumit dalam artian apa nih? Imigrasi atau...?
HapusFYI, pemegang paspor Indonesia gak bisa jadi au pair ke UK. Kalo mau ke sana banget, kamu mesti pake visa pelajar yang syaratnya malah lebih ribet; pake uang jaminan etc ~