Langsung ke konten utama

7 Alasan Mengapa Kamu Harus Digital Detox di Hutan Norwegia


Setelah 3 minggu harus duduk manis di depan layar demi mengikuti kuliah dan meeting daring, liburan Paskah tahun ini rasanya hanya ingin meliburkan diri juga dari laptop dan ponsel. Apa daya, tak memungkinkan. Di krisis Corona seperti sekarang, tak banyak yang bisa dilakukan kecuali patuh pada peraturan pemerintah setempat untuk berdiam di rumah. Hiburan pun ujung-ujungnya serba digital, dari membaca berita online, menonton film favorit via online channel, ataupun berkomunikasi lewat media sosial.

Ketika Norwegia sedang dalam masa lockdown, orang-orang dipaksa harus meliburkan diri juga dari hyttetur (tur ke kabin)  dan menjauhi sementara waktu tempat yang ramai. I think, Easter this year is quiet odd. Look at the sun outside! Air is getting warmer and icy water is cracking lately. Yet, we are trapped (mostly) at home.

Meskipun harus menjaga jarak dan membatasi interaksi fisik dengan banyak orang, tapi keluar sebentar demi menghirup udara segar itu tetap a must! Staying at home for 3 weeks makes my brain frozen! Lari sebentar ke alam liar dekat rumah adalah salah satu privilege di Norwegia yang lebih dari 60% wilayahnya adalah pegunungan dan hutan pinus. Kabar baiknya, hutan di Norwegia ini bisa jadi terapi di kala stres. Inilah 4 alasan mengapa digital detox di hutan Norwegia bisa memperbaiki mood jelek mu!

1. It's free


Dengan hanya 5 juta penduduk jiwa, alam Norwegia masih sangat virgin dengan 37% total wilayahnya adalah hutan pinus yang rindang. Ingin tinggal di ibukota ataupun pedesaan, kita bisa langsung menjajakkan kaki dengan mudah ke beberapa spot terbaik untuk menikmati alam. Kamu tak perlu baju bagus dan makeup tebal hanya untuk berpetualang di hutan, karena yang dibutuhkan hanya pakaian yang nyaman dan sepatu olahraga yang tepat untuk perjalanan panjang. Baiknya lagi, kamu tak perlu keluar uang dan jadi konsumtif hanya untuk menghirup udara segar di hutan!

2. Bring back the memories


Menapakki hutan di Norwegia membuat saya teringat dengan masa kecil ketika kampung saya masih banyak pepohonan. Hidup rasanya masih sangat menantang ketika bersentuhan langsung dengan alam liar. Kaki becek karena lumpur rawa, hide and seek di balik pepohonan, ngebolang mencari 'harta karun' di balik pohon tumbang, hingga mencicipi banyak buah liar yang manis. The landscape always brings back the good memory of my childhood in Indonesia.

Terakhir kali jalan-jalan dengan Mumu di hutan, doi terlihat sangat bersemangat dan being childish dengan menyapa setiap gundukan rumah semut yang kami temui sepanjang jalan. Kadang doi meniup-niup beberapa kawanan semut tersebut sambil berkata, "time to wake up and go to work, Guys!" Sounds so silly karena saat itu sudah jam 6 sore.

3. Soothe our mind and body


Foto di atas diambil minggu lalu, ketika perairan Viken (daerah sisi timur dari Oslo) masih tertutupi oleh es. Yang saya suka dari hutan di Norwegia, kita bisa menikmati pemandangan lain seperti danau atau sungai dangkal dari bukit di pinggiran hutan. Everything is so calm because all you hear is just the birds chipping or pine leaves dancing through the wind. Duduklah di sisi pinggir bukit sambil merasakan hangatnya sinar mentari menyentuh kulit, tutup mata sebentar, lalu rasakan suara alam sekitar. Ohh, it is so good than wandering your favourite shopping center!

Menurut penelitian, hanya dengan memandang hamparan hijaunya hutan selama 20 menit, kita bisa mengurangi kadar kortisol saliva sampai 13,4%. Kortisol adalah hormon stres yang dalam waktu lama dapat menekan sistem kekebalan tubuh, bersama dengan efek negatif lainnya. Bahkan terkadang, saya sampai terpikir untuk bawa tikar, goleran tidur siang, dan melupakan penatnya dunia digital di tengah krisis Corona.

4. Recreational spot


Dibandingkan negara kaya lainnya di Eropa, jumlah pusat perbelanjaan di Norwegia termasuk yang paling sedikit. Masyarakat lokal memang tak terbiasa refreshing ke mol setiap minggu atau jadi hedonis hanya untuk menghilangkan penat. Bahkan di banyak pusat perbelanjaan di Oslo, muka-muka imigran adalah yang paling sering ditemui saat akhir pekan dan liburan.

No wonder, karena orang lokalnya sendiri sering lari ke kabin sedari Jumat sore atau lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan sekalian olahraga. Dari berski di hutan, hiking, trekking, camping, atau hanya mencari spot terbaik untuk barbeque sekalian berkumpul bersama orang-orang terdekat, adalah beberapa kegiatan yang akan kamu sering dengar dari orang lokal. Sounds demanding memang, karena kadang trek yang tersedia di hutan sangat panjang dan menyulitkan. 

5. Safe and sound


Oke, saya tahu tak semua orang Indonesia mau berpetualang di hutan dikarenakan imajinasi liar soal bahayanya hewan buas serta adanya sisi mistis dan kriminal pelengkap horornya hutan di Indonesia. Tapi jangan terlalu paranoid, Teman-teman! Sebagian besar hutan yang ada di Norwegia dilindungi pemerintah dan sudah dikelola oleh DNT dan organisasi alam liar lainnya. Contohnya DNT ini, mereka adalah organisasi yang bertanggungjawab terhadap aktifitas luar ruangan di daerah Oslo dan sekitarnya. DNT ini juga yang bertugas membuat trek, memberikan papan rekomendasi arahan agar kita tak tersasar, serta mereka juga yang mengelola banyak kabin di hutan untuk disewa.

Karena hutan adalah tempat rekreasi terfavorit warga lokal, tak jarang kita akan berpapasan dengan orang lain di tengah perjalanan. Artinya, jikalau pun kamu tersesat, jatuh terpeleset, atau butuh pertolongan, shout out loud dan segera hubungi polisi via ponsel. Sebagian besar hutan di Norwegia bukanlah jenis hutan belantara tanpa sinyal yang harus membuat mu takut berpetualang.

6. Less danger


I am not gonna lie but bears, wolves, and snakes exist in Norway! Namun tidak seperti di Asia, keberadaan hewan liar ini justru tidak tersebar di semua tempat dan kesempatan untuk melihat mereka pun sangat langka. Kebanyakan populasi beruang dan serigala hidup di daerah utara, sementara populasi ular lebih banyak hidup di daerah perhutanan Norwegia Selatan.

Di sini, hanya ada 3 jenis ular dan hanya 1 diantaranya yang berbisa. Ular yang ada di gambar adalah jenis ular berbisa yang saya dan Mumu jumpai saat kami jalan-jalan di hutan. Ukurannya tidak besar, mungkin seukuran ular remaja yang sedang menikmati sunbathing time. Jenis ular ini juga sangat pasif dan hanya akan menggigit ketika sedang terancam. So, it's really important to wear good shoes and watch your steps! Moreover, no tigers or boars!

7. Sink the extravagance


Bagi yang belum tahu, sebelum Norwegia kaya seperti sekarang ini, mereka hanyalah bangsa jajahan yang berganti-ganti kepemimpinan oleh Kerajaan Denmark dan Swedia. Banyak perak dari negara ini dicuri dan dibawa lari ke Denmark dengan menelantarkan Norwegia dengan populasi pekerja yang kebanyakan petani dan pelaut. Hingga di tahun 1970, mereka menemukan sumber daya alam minyak bumi yang membuat bangsa ini kaya raya seperti sekarang.

Tapi sebelum menjadi bangsa modern, mereka hanyalah masyarakat lokal yang sering menghabiskan waktu di luar ruangan dengan menjadikan ski sebagai alat transportasi berpindah tempat di kala musim dingin. Tempat tinggal mereka juga hanya rumah kayu sederhana dengan keterbatasan toilet dan air. Makanya tak heran, hingga saat ini beberapa kabin yang dibangun di daerah hutan masih minim air dan toilet letaknya di luar. Kebiasaan ini pun lahir dari nenek moyang mereka sejak dulu dan masih menjadi budaya unik yang membuat Norwegia berbeda dari 2 negara Skandinavia lainnya. Jadi kalau kamu berencana ke Norwegia, jangan bayangkan nightlife di Stockholm atau Kopenhagen, karena yang kamu harus nikmati adalah sisi modest dan menyepi di kabin saat akhir pekan.


I enjoy every step in Norway since the enchanting and modest landscape always brings a good memory of my childhood! But what do you think about forest therapy in Norwegian woods? Where do you go for digital detox if friending with nature is not your option? 



Komentar

  1. Norwegia bener bener dehh. Mulai kagum waktu liat video musiknya Kygo yg Happy Now. Liat pohon berlumut gitu entah gimana bisa kecium segernya hutan di sana. Hahah. Digital detox mungkin bakalan susah kalo ga di sekitaran alam kali ya kak, paling ga buat aku who whad to hospitalized times ago and forced to have no phone. Ditambah kondisi sekarang yg ga memungkinkan buat ke pantai pagi2 liat dengerin ombak sambil duduk di atas batu pantai. But at least I stay with my family now. Stay safe there kak Nin!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih, aku bener2 nungguin banget Norwe balik ijo lagi. Feeling fresh aja kayaknya healing dari keadaan sekarang.

      Emang paling bener digital detox ke alam sih ya. Tapi aku paham banget sama kondisi Indonesia yg susah mau kemana2 juga. At least, kamu staying safe sama keluarga di rumah. Itu salah satu terapi sih, menurut ku.

      Terima kasih banyak ya, Ruth! :)
      Stay healthy buat kalian di sana.

      Hapus
  2. Speechless kalau liat hutannya Norway

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin kalau di Indonesia, hutan kayak gini nih tuh udah jadi sasaran empuk dibikin apartemen atau mol kali ya 😅

      Hapus
    2. Dan viral jadi objek foto yang instagrammable :v

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu...

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita teta...

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola ...

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Ame...

Berniat Pacaran dengan Cowok Skandinavia? Baca Ini Dulu!

"Semua cowok itu sama!" No! Tunggu sampai kalian kenalan dan bertemu dengan cowok-cowok tampan namun dingin di Eropa Utara. Tanpa bermaksud menggeneralisasi para cowok ini, ataupun mengatakan saya paling ekspert, tapi cowok Skandinavia memang berbeda dari kebanyakan cowok lain di Eropa. Meskipun negara Skandinavia hanya Norwegia, Denmark, dan Swedia, namun Finlandia dan Islandia adalah bagian negara Nordik, yang memiliki karakter yang sama dengan ketiga negara lainnya. Tinggal di bagian utara Eropa dengan suhu yang bisa mencapai -30 derajat saat musim dingin, memang mempengaruhi karakter dan tingkah laku masyarakatnya. Orang-orang Eropa Utara cenderung lebih dingin terhadap orang asing, ketimbang orang-orang yang tinggal di kawasan yang hangat seperti Italia atau Portugal. Karena hanya mendapatkan hangatnya matahari tak lebih dari 3-5 minggu pertahun, masyarakat Eropa Utara lebih banyak menutup diri, diam, dan sedikit acuh. Tapi jangan salah, walaupun dingin dan hampa...