Zaman sekarang, nama-nama anak Indonesia entah kenapa semakin panjang, sulit ditulis, serta dibuat super kreatif anti-mainstream. Ada yang dikutip dari bahasa lain, singkatan dari gabungan kata, ataupun hanya karena tersadar akan sesuatu, nama tersebut akhirnya tercipta. Di Indonesia, kebanyakan nama diberikan orang tua karena mengandung doa di dalamnya. Tak ada aturan baku yang mewajibkan harus menamai anak apa, hingga akhirnya orang tua boleh sekreatif mungkin merangkai nama agar tak pasaran dan termakan zaman. Ada juga artis yang mati-matian memikirkan nama anak sampai tak boleh dicontek oleh orang lain hanya karena nama tersebut dinilai begitu spesial.
Tapi tahu kah kalian bahwa 5 negara di wilayah Nordik, Eropa Utara, punya aturan tertulis tentang penamaan yang diakui hukum negara? Bagi kita, aturan tertulis seperti ini mungkin terkesan konyol dan melampaui hak asasi sebagai orang tua. Negara harusnya menghukum para koruptor, bukan mengatur-atur nama masyarakatnya! Kurang kerjaan!, mungkin begitu komentar banyak orang. Betul memang, anak itu milik orang tuanya dan hak orang tuanya juga ingin memberi nama apa. Hanya saja, peraturan pasti dibuat dengan alasan tertentu.
Di Nordik, aturan tentang penamaan ini disahkan karena negara ingin melindungi para anak dari nama-nama tak layak pakai. Nama dibawa sampai mati dan jangan sampai si anak ini di-bully kemudian hari hanya karena namanya bermakna buruk, aneh, serta terlalu sulit diucapkan. Tak percaya? Buka tautan ini bagaimana sembarangannya orang tua Indonesia memberikan nama anak saat lahir! Bukannya mengandung doa, nama-nama tersebut justru nonsense dan bisa jadi bahan candaan yang harus diterima sampai tua. Makanya ada aturan baku di Nordik untuk menghindari hal seperti ini.
Dulu sekali, sistem penamaan di Nordik sebetulnya tak ada dan orang-orang hanya punya nama dengan 1 kata saja, contohnya Jens. Hingga di pertengahan 1800-an, sistem penamaan nama belakang dengan mengutip nama bapak mulai diperkenalkan. Di Denmark dan Norwegia, menggunakan -sen (anak laki-laki dari..) dan -datter (anak perempuan dari..), di Swedia menggunakan -son + -dotter, Islandia menggunakan -son + -dóttir, dan Finlandia Barat menggunakan -poika + -tytär. Finlandia Timur sedikit berbeda karena sistem tentang penamaan sudah dikenal di tahun 1200 berdasarkan suku tertentu serta pengaruh partriarki dan tanggung di keluarga tersebut. Satu kata nama diberikan menggambarkan jenis kelamin si anak. Akhiran -nen atau -inen untuk laki-laki, contohnya Kekkonen, Laukkanen, atau Pyykkonen. Sementara perempuan diakhiri dengan -tar atau -tär seperti Kekkotar, Laukatar, atau Pyykkotar.
Idealnya, nama belakang diberikan mengikuti siapa nama bapak si anak. Contohnya Jens punya bapak namanya Olav. Maka namanya menjadi Jens Olavssen (Denmark) atau Jens Olavsson (Swedia), artinya Jens adalah anak laki-laki dari Olav. Kalau anaknya perempuan bernama Kara, maka nama lengkap si anak menjadi Kara Olavsdotter (Swedia) atau Kara Olavsdóttir (Islandia).
Awal 1900-an, nama belakang patronimis ini akhirnya dipatenkan di tiap negara dan harus diikuti oleh seluruh warga untuk mengidentifikasi pohon keluarga. Namun, sistem penamaan ini tentu saja membuat bingung karena tak hanya satu orang yang punya nama Kara berbapak Olav. Karena itu, ditambahkan pula nama desa dimana mereka tinggal sebagai pembeda. Nama desa ini tidak termasuk ke dalam nama lengkap, namun hanya sebagai tambahan penanda bahwa si A tinggal di desa B.
Contohnya, Kara Olavsen tinggal di desa bernama Arendal. Maka nama Kara akan menjadi Kara Olavsen Arendal yang artinya Kara anak perempuan Olav yang tinggal di Arendal.
Menyusul di Finlandia Barat, kebanyakan orang juga sudah mulai menerima nama belakang sebagai cikal bakal nama keluarga. Nama desa juga dipakai sebagai pembeda dan identifikasi dimana tempat tinggal per individu, yang diakhiri -la atau -lä seperti Anttila, Lukkarila, atau Takala. Namun nama desa sebagai tambahan nama belakang ini juga tidak mutlak. Karena jika individu tersebut pindah ke desa yang baru, maka nama belakangnya juga akan berubah mengikuti tempat tinggal saat itu dan harus diregistrasi ulang ke administrasi setempat.
Hingga akhirnya di awal 1920-an, aturan tertulis tentang aturan nama belakang ini dibuat secara hukum agar dapat diwariskan turun-temurun ke generasi berikutnya. Untuk beberapa kasus, orang-orang boleh memilih nama belakang yang tak harus diikuti dengan nama bapak misalnya diambil dari alam, status, nama desa, karakteristik, dan juga jenis pekerjaan. Contohnya, Smed (tukang batu), Snekkeren (tukang kayu), Møller (tukang giling), Smedstad (tempat si tukang batu), Brun (cokelat), Rask (cepat), Dal (lembah), Bakke (tanah), ataupun Berg (gunung). Orang Swedia zaman dulu juga super kreatif menggabungkan nama belakang dari nama-nama alam seperti contohnya Lindberg adalah gabungan dari kata linden dan berg (gunung) atau Falck atau Falk yang berarti elang.
Olav Brun Smed mungkin terdengar keren jika dibawa ke Indonesia, namun artinya di Nordik adalah Olav Si Tukang Batu (berkulit) Coklat.
Pemilihan nama depan
Tidak hanya nama belakang yang dibuat aturannya, namun nama depan juga harus diawasi agar orang tua tak seenaknya memberikan nama anak. Contohnya di Denmark, orang tua hanya boleh memberikan nama yang ada dalam 7000 daftar nama di database negara. Hukum tertulis juga mewajibkan orang tua menunjukkan jenis kelamin si anak lewat nama. Misalnya, orang tua tak boleh menamai anak mereka Pluto, Monkey, atau Anus, karena punya arti yang jelek. Anak lelaki juga tak boleh dinamai Alicia karena sudah jelas nama tersebut untuk perempuan.
Beberapa nama juga tak boleh diubah-ubah sekreatif mungkin. Contoh, Kamila dibuat jadi Khameela. Kabarnya pemerintah Denmark sempat menerima 1000 pengajuan nama baru dan banyak yang harus ditolak hanya karena nama tersebut tak mengikuti pola yang berlaku.
Di Norwegia dulunya, nama depan diberikan dengan hanya menggabungkan beberapa imbuhan prefiks dan sufiks yang sudah digunakan secara umum. Contoh prefiks adalah Bjorn, Dag, Odd dan contoh sufiks adalah -alf, -vard, dan -stein. Meskipun praktik penamaan seperti ini sebetulnya sudah sangat jarang ditemukan di wilayah Nordik lainnya, namun masih digunakan di Norwegia. Ada banyak ditemukan nama-nama kuno semisal Øystein atau Toralf di era sekarang.
Baca juga: Road Trip ke Norwegia Utara, Seberapa Mahal?
Beberapa nama di wilayah Nordik juga dibuat untuk menghormati para keluarga dengan memberikan nama anak sesuai dengan urutan kelahiran mereka yang diturunkan dari kedua garis keturunan orang tua, seperti:
Anak lelaki pertama: dinamai setelah nama kakek dari pihak ayah
Anak perempuan pertama: dinamai setelah nama nenek dari pihak ayah
Anak laki-laki kedua: dinamai setelah nama kakek dari pihak ibuAnak perempuan kedua: dinamai setelah nama nenek dari pihak ibu
Sekarang, urutan nama ini tidak statis lagi karena bisa saja anak perempuan pertama mengikuti nama nenek dari pihak ibu. Nama depan host kid saya dulu diambil dari nama kakek dari pihak ibu, sementara nama adiknya diambil dari nama kakek buyut dari pihak ayah.
Mengikuti perkembangan zaman, tren nama depan pun berubah dan database negara juga ikut terus diperbarui. Saat orang Eropa Utara beremigrasi ke Amerika Utara karena menghindari masalah politik, banyak nama pun diadaptasi dari nama-nama Amerika yang akhirnya digunakan saat mereka kembali ke negara asal. Contohnya:
Øystein jadi AustinGunhild jadi JuliaMarie jadi MariAnders jadi AndrewKari jadi Carrie
Hal ini dikarenakan orang-orang Eropa Utara yang pindah ke Amerika Utara di abad ke-19 belum bisa membaca dan menulis. Mereka hanya tahu nama, namun belum tahu bagaimana penulisannya. Hingga pada saat diregistrasi jadinya seperti ini:
Petugas: Siapa nama kamu?Emigran: Øystein (baca: Oeistain)Petugas: Oh oke, Austin.
Selain itu, beberapa nama depan dan belakang orang Nordik ini lucunya punya tanda penghubung "-". Entah bagaimana asal-usulnya, namun masih sering ditemui orang-orang dengan nama Hans-Henrik, Jan-Ove, Pål-Fredrik, Emma-Marie, atau Finn-Eirik. Kalau sudah dihubungkan begini, kita harus memanggil nama mereka lengkap. Bukan cuma Hans saja, tapi Hans-Henrik!
Jika tanda penghubung berada di belakang, berarti nama belakang orang tersebut adalah kombinasi nama belakang ibu dan ayahnya. Misalnya, Sverre Stømberg-Hansen, Brian Linderg-Hedmark, atau Nikolaj Lamm-Jensen. Nama belakang dihubungkan seperti ini biasanya dikarenakan orang tua ingin memakai nama belakang pasangan setelah menikah, namun tak ingin melepaskan nama keluarga masing-masing. Host mom saya di Denmark dulu juga punya nama belakang unik yang sangat langka di Denmark. Karena semua saudaranya perempuan, maka akan sulit menurunkan nama keluarga ini ke anaknya nanti. Maka dari itu beliau menggabungkan nama belakangnya dan nama belakang si suami sebagai nama keluarga baru yang bisa diturunkan ke anak-anak mereka.
Dalam beberapa kasus, nama belakang ini tak harus punya tanda penghubung tapi hanya disesuaikan turun temurun. Misal:
Nama suami: Christian BakkeNama istri: Nikoline (baca: Nikolina) Lund
Ketika digabungkan menjadi Christian Lund Bakke dan Nikoline Lund Bakke. Lalu pasangan ini memiliki anak bernama Tom Lund Bakke dan akan menikah.
Nama suami: Tom Lund BakkeNama istri: Cecilie (baca: Sesilia) Bergqvist
Maka nama ibu dari pihak suami bisa dihilangkan dan diubah menjadi nama belakang baru Tom Bergqvist Bakke dan Cecilie Bergqvist Bakke.
Berikut adalah nama-nama anak Norwegia yang paling populer di tahun 2019 dan jika diperhatikan polanya, nama-nama berikut juga sebetulnya merupakan akar nama orang Amerika atau Jerman yang sudah lama diadaptasi.
Namun meskipun Jakob/Jacob adalah nama terpopuler seantero Norwegia, namun tiap daerah punya nama populer masing-masing!
Uniknya, karena populasi Muslim di Oslo semakin meningkat beberapa tahun ke belakang, Mohammad adalah nama paling populer yang banyak diberikan orang tua. Sementara Emma yang berarti besar dalam adaptasi bahasa Jerman lebih populer di kawasan tengah sampai utara Norwegia.
Tanpa meninggalkan identitas sebagai orang Nordik, para orang tua sebetulnya boleh memberikan nama internasional ke anak yang mungkin terdengar sedikit Amerika. Beberapa nama depan yang tak layak pakai juga mulai ditinggalkan karena menimbulkan makna ganda di zaman sekarang. Dulu, Bjørn (beruang) adalah nama yang paling banyak digemari karena nama ini menginterpretasikan makna si hewan tersebut yang besar dan kuat. Sekarang, Bjørn tak boleh digunakan lagi untuk menamai anak dikarenakan nama tersebut adalah nama hewan, bukan manusia.
Para imigran non-Nordik yang menikah dengan pasangan Nordik dan ingin menamai anak mereka dengan nama asing pun tak bisa sembarangan. Misalnya, kita ingin menamai anak laki-laki dengan Nauvaliandra Alvaro. Semua kata dari nama ini harus dilihat dulu apakah ada di dalam database negara atau tidak. Jika tidak ada, kita harus mendaftarkan dulu nama tersebut dan menunggu keputusan apakah nantinya bisa digunakan.
Jika anak lahir dari pasangan non-Nordik dan Nordik, yang paling krusial sebetulnya adalah nama depan dan nama belakang. Orang Nordik, entah bapak atau ibunya, punya status tertinggi untuk menurunkan nama belakang ke si anak. Boleh saja menambahkan nama asing, namun biasanya harus dibubuhkan di tengah. Profesor saya di kampus yang asli orang Norwegia punya mantan istri orang Korea Selatan, lalu menamai kedua anak mereka:
Nama depan: diambil dari nama-nama Amerika yang cukup internasional yang pelafalannya dikenal oleh semua orang di duniaNama tengah: diberikan oleh ibunya yang asli KoreaNama belakang: diambil dari nama belakang si bapak
Kalo dibuat, kira-kira nama anak ini jadi Sebastian Jihoon Hansen. Si bapak biasanya memanggil dengan nama depan, namun si ibu memanggil dengan nama tengah. Anak-anak adopsi yang dibawa ke Norwegia juga biasanya diberikan nama Nordik sebagai nama depan namun tetap disisipkan nama asli bawaan mereka di tengah. Misal, Kristina Nguyen Hedmark.
Namun tentu saja aturan nama tersebut tidak berlaku bagi pasangan non-Nordik yang tinggal di sini. Beberapa mbak-mbak orang Indonesia yang saya temui di Norwegia memilih memberikan anak mereka nama depan yang lebih internasional ketimbang terlalu Nordik.
Tak sama seperti 3 negara Skandinavia yang di awal abad ke-20 boleh memilih nama belakang dan akhirnya banyak beradaptasi dengan nama internasional, Islandia masih memegang kuat sistem penamaan dari pertengahan 1800-an. Sistem nama belakang yang masih mengikuti nama ayah dengan tambahan -son dan -dóttir tetap dipakai sampai sekarang. Pemerintah Islandia juga masih mempertahankan nama depan yang hanya boleh dipakai jika ada di dalam database negara. Tujuannya, negara ingin menjaga kultur masyarakatnya dan nama adalah salah satu aset negara yang bisa menunjukkan identitas mereka sebagai Icelandic.
Orang tua hanya boleh memilih nama depan yang sudah terdaftar di database sebagai acuan dalam memilih nama anak. Kalaupun ada nama yang diinginkan namun tak terdaftar di database, orang tua wajib mendaftarkan dulu nama tersebut untuk dipertimbangkan oleh negara apakah bisa digunakan secara hukum. Setiap tahun, ada sekitar 70-100 request form yang tertuju ke lembaga pengawasan nama di Islandia dari orang tua yang ingin mengajukan nama baru untuk anak. Hasilnya, hanya kurang dari 10 nama disetujui oleh pemerintah setempat! Dengan penduduk yang hanya 350.000 jiwa ini, Islandia memang seketat dan seserius itu mengurusi sistem nama di negaranya.
Baca juga: Islandia, Perburuan Aurora di Atas Kapal
Misalnya, nama anak perempuan di Islandia itu sudah jelas hanya boleh menggunakan Abigael. Tapi si ibu ingin mengganti dengan Abbigail, Abbygail, Abby, Abigail, atau Abeegail. Bukannya diterima sistem, yang ada ubahan nama seperti ini akan ditolak oleh pemerintah. Zaman dulu bahkan para imigran yang ingin mendapatkan kewarganegaraan Islandia, wajib mengganti nama depan mereka dulu. Untuk mengecek daftar nama depan yang diperbolehkan di Islandia, bisa cek di sini. Meskipun beberapa nama ada yang punya tulisan dan pelafalan tak biasa, namun banyak juga yang sebetulnya cukup internasional.
Karena sistem yang unik dan tak biasa, ada banyak orang asing yang merasa aturan penamaan ini tidak kompatibel dengan sistem nama orang di dunia kebanyakan. Apalagi jika si bapak adalah orang luar, lalu menikahi orang asli Islandia.
Nama bapak: David Beckham, orang InggrisNama Ibu: Katrín EinarsdóttirNama anak ini harusnya: Renata Beckham, bukan Renata Davidsdóttir
Karena sistem yang tidak cocok ini, ada kasus anak perempuan dari pernikahan silang kebangsaan yang harus hidup selama 10 tahun dengan nama yang tidak diakui negara. Kisahnya bisa dibaca di sini. Aturan nama yang sangat strict sebetulnya juga bisa membawa pengaruh kuat untuk orang Islandia yang harus pindah ke luar negeri. Misal:
Nama bapak: Reynald EinarssonNama anak: Edvard Reynaldsson
Lalu ketika si Edvard ini punya anak di Amerika bernama Rebekka, si anak tentu saja tidak bisa menggunakan nama belakang si bapak karena Rebekka bukan anak Reynald. Harusnya nama belakang Rebekka adalah Edvardsdottír. Tapi karena nama keluarga sangat penting di Amerika, maka mau tak mau Edvard harus menurunkan nama belakangnya ke si anak. Maka jadilah Rebekka Reynaldsson yang melenceng jauh dari aturan asli Islandia. Kontrol imigrasi memang sangat ketat mengawasi masalah penamaan ini apalagi si anak masih bayi dan nama belakang yang tak cocok dengan nama belakang si bapak akan menjadi tanda tanya.
Nama panggilan
Satu lagi yang unik adalah masalah nama panggilan yang tak semua orang di wilayah Nordik paham, kecuali Islandia. Di Islandia yang daftar nama dalam database-nya mungkin hanya sekitar 3000-an saja, pasti mengakibatkan banyak anak memiliki nama yang sama. Maka dari itu, nama panggilan diperbolehkan jika harus membicarakan dua orang bernama sama agar tak membingungkan. Misalnya, ada dua orang di kelas bernama Tobías Thorsson dan Tobías Edgar Egillsson, maka salah satu di antara mereka boleh dipanggil menggunakan nama tengah, misalnya yang satu Tobías, yang satu Edgar. Atau jika keduanya tak memiliki nama tengah, bisa dipanggil nama depan dan nama bapaknya, sehingga menjadi Tobías Thor dan Tobías Egill.
Nama panggilan di Islandia ini juga biasanya dibuat berdasarkan banyak hal yang berkaitan dengan nama depan si anak. Misalnya, anak laki-laki yang namanya Halldór bisa saja memiliki panggilan Dóri, Dóddi, atau Halli. Mirip seperti orang Indonesia, nama panggilan ini biasanya dipilih dari lahir dan akan melekat seumur hidup.
Kejadian ini juga sebetulnya melekat ke saya sepanjang hidup di Eropa. Nama lengkap saya mengandung 3 kata, namun saya lebih nyaman dipanggil Nin. Tahu sendiri, orang Indonesia sudah dinamai orang tua panjang-panjang, biasanya tetap ada nama panggilan. Tadinya Rizal jadinya Ical, atau nama depannya Jonathan jadinya Yoyo.
Seorang kenalan orang Belgia sampai berkomentar, orang Indonesia itu namanya panjang-panjang, lalu hanya dipanggil dengan nama kecil. Jadi apa gunanya nama sepanjang itu?
Di kelas, profesor saya sampai sempat bertanya-tanya mengapa nama saya jadinya Nin padahal menurut beliau tak ada kata-kata "Nin" sama sekali di nama lengkap. Wajar saja, orang sini memang tak punya nama kecil yang harus dibeda-bedakan. Sebetulnya, kalau nama saya cukup internasional dan semua orang di dunia bisa melafalkannya dengan benar, saya oke-oke saja dipanggil dengan nama depan. Kadang kesal sendiri ketika nama depan saya harus dilafalkan dengan salah saat absensi.
Aplikasi ke nama Indonesia
Lain ladang lain belalang. Lain lubuk lain ikannya. Tidak semua hal dari luar negeri bisa diaplikasikan di Indonesia. Apalagi Indonesia punya sejarah nama yang berbeda dari masyarakat di Nordik pada umumnya. Meskipun, sebetulnya kita tetap bisa menarik kesimpulan bahwa nama itu harusnya mengandung arti yang baik untuk anak dan tidak diberikan asal-asalan. Di Indonesia, tidak semua orang menggandeng marga atau nama keluarga, hingga kadang hanya terdiri dari 1 kata. Sedikit menyulitkan ketika harus ke luar negeri, karena nama orang tersebut harus diulang jadi dua kali. Di Arab Saudi, semua nama orang Muslim yang ingin beribadah wajib memiliki 3 kata di paspor. Sebetulnya 3 kata ini pun dibuat dengan alasan banyak orang Saudi bernama sama dan sebagai penanda bahwa si A adalah anaknya si B. Makanya orang-orang yang hanya memiliki satu kata dan harus berangkat umroh atau haji, harus menambahkan bin/binti nama ayah di belakang nama depannya.
Teringat cerita teman sekelas saya dulu yang namanya hanya berisi 4 huruf alias Bobi seringkali di-bully dan ditambahkan Doang di ujung kartu mahasiswanya. Itu masih mending karena sedikit internasional. Ada lagi teman yang namanya Ice, I-C-E, yang kalau dibawa ke Inggris bisa double meaning jadi es!
Sekali lagi, masalah nama silakan dikembalikan lagi ke orang tuanya. Nama boleh diambil dari kata dalam bahasa asing dan dikreatifitaskan sebagus mungkin. Namun perlu diingat, bahwa anak ini nantinya akan besar dan jangan sampai nama yang aneh dan terlalu rumit membawa hal negatif. Di era 90-an, nama saya yang mengandung 3 kata selalu diledek terlalu panjang oleh guru-guru di kelas. Apalagi saat mengisi lembar ujian, saya harus melingkari banyak bulatan dan kadang mau tak mau harus disingkat. Tapi semakin ke sini, sepertinya nama anak modern tidak hanya semakin panjang namun juga susah disebutkan.
Baca juga: Mari Menjelekkan Norwegia!
Kalau mau mengambil sedikit inspirasi dari Nordik, sebetulnya Indonesia juga sudah ada yang menerapkan nama patronimis ini. Biasanya anak laki-laki ditambahkan Putra... dan anak perempuan ditambahkan Putri.., hingga jadinya Nadya Putri Adrian. Hanya saja kadang ada orang tua yang tak mau mewariskan nama depannya ke si anak karena dinilai kurang keren dan sudah termakan zaman.
Lalu mungkin ada pertanyaan, Kak, saya mau mulai menerapkan nama keluarga ini ke anak-anak saya kelak. Nama saya hanya Ridho Ferdian, tapi ingin juga nama anak internasional yang tak lekang oleh zaman. Bagaimana cara membuat nama yang bagus?
Saya bukan pakar penamaan dan semuanya tentu saja terserah ke orang tua si anak. Hanya saja menurut saya, nama depan internasional itu mungkin akan memudahkan si anak di masa mendatang kalau akan go international. Memudahkan dalam artian, nama anak tersebut jika diucapkan orang Belanda, Mesir, Korea, dan Australia, lafalnya tetap sama. Jangan salah, nama asli Indonesia juga banyak yang internasional dan mudah diucapkan, kok, tanpa harus kebarat-baratan!
Jadi misalnya, nama anaknya Sanra dan Andreas lalu ingin ditambahkan nama bapaknya. Bisa jadi Sanra/Andreas Ferdian, Sanra Putri Ferdian/Ridho, atau Andreas Putra Ferdian/Ridho. Jadi mirip pola nama orang Islandia, kan? 😄
Baca juga: Bahagianya Punya Pacar Kaukasia
Lalu bagaimana jika menikah dengan orang luar, ingin mengadopsi nama keluarganya, tapi tak ingin mengganti nama belakang kita? Ada dua cara, menambahkan nama keluarga si suami atau sama sekali mengganti nama belakang kita dengan nama keluarga si suami.
Misalnya nama kamu Sri Rohimah, lalu menikah dengan Liam Hemsworth. Bisa diganti dengan Sri Hemsworth atau Sri Rohimah-Hemsworth. Namun untuk opsi kedua, syaratnya si Liam juga harus mau namanya diganti jadi Liam Rohimah-Hemsworth. Masalahnya, tidak semua nama belakang orang Indonesia itu neutral gender. Ada yang nama belakangnya jelas-jelas diperuntukkan untuk perempuan yang kalau disandingkan ke lelaki rasanya kurang cocok.
Istri: Indah NoviantiSuami: Alexander Dahl, kalau harus digandeng jadinya Alexander Novianti-Dahl
Sedikit aneh memang bagi orang Indonesia yang tahu penempatan Novianti sebenarnya. Namun kalau si suami mau-mau saja digandeng nama belakangnya, kenapa tidak. Nama bule dengan unsur kearifan lokal, tentu saja.
Well, that's a wrap! Hope you enjoy this post and terinspirasi memberikan nama terbaik untuk si kecil di kemudian hari! Ngomong-ngomong, kalau terlahir di Nordik di era 1920-an, kamu ingin nama belakang mu apa? Atau mungkin ada yang sudah punya stok nama cakep-cakep untuk anak? Boleh share di komen bawah ya! 😁
Never a good idea to post your political views on your social media, especially if you are:
BalasHapus1. You're not ready to see people disagree or criticize your opinion
2. You're working in a company with an image to maintain
3. You're looking for a job
Konten2mu bagus tapi tlg jgn terlalu koar2 ttg politik negara orang spti AS di Twittermu. Kamu jg kan belum pernah ke Amerika dan blm tentu tahu pasti soal situasi disini. Kalo pun mau ke Amerika toh lom tentu visamu lolos.
FYI, pernah apply Emirates kan? Tau ngga kalo EK menscreening akun social media para calon pekerja mereka? :)
ANDA ini siapa? Beraninya komen pake akun anonim & komen tentang Twitter di blog postingan saya?! Kalo memang ada suatu hal yang Anda tidak setuju di Twitter, sampaikan di Twitter. Jangan mengadu di platform lain.
HapusKomentar2 Anda juga terlalu judgemental, menurut saya! Merasa superior yang berlindung di balik komentar anonim?!
1. Koar2 tentang politik AS? Bagian mana yang saya koar2?? Bahasa Inggris saya saja sangat pas2an kalo harus membahas politik. Apalagi Anda mengatakan saya “terlalu koar2”! Jangan terlalu berlebihan dalam membuat pernyataan! Tunjukkan yang menurut Anda koar2, komentar langsung di Twitter, jangan malah nyasar ke sini!
2. Saya memang belum pernah ke Amerika, lalu kenapa?? Apa harus ke Planet Jupiter dulu baru boleh membahas tentang unsur2 kimia pembentuknya?! Jangan sok paling tau hanya Anda tinggal di sana! Lagian saya juga tidak pernah berniat ke Amerika! Tidak pernah seumur hidup!
3. Heloooo... kalau membaca postingan tolong dicermati. Saya hanya apply jadi pramugari bukan karena saya sangat amat ingin jadi pramugari. Saya anak kampung yang sangat ingin tau saja proses penyaringan pramugari internasional seperti apa. Lagian saya juga sudah hepi sekali ikut dan tidak diterima, karena rencana saya masih panjaaaang untuk hidup & bekerja di darat!