Sebelumnya, saya sangat berterima kasih untuk semua ucapan selamat yang tertulis di kolom komentar akun media sosial maupun direct message atas kelulusan saya. Bahagia sekali ketika tahu tulisan dan foto saya memberikan inspirasi baru ke banyak orang sampai menimbulkan efek positif untuk mengajak mereka berbahagia pula.
Ketika saya mengambil foto tersebut, ditaruh di media sosial, sampai menuliskan keterangan yang cukup panjang, I truly just wanted to share my happiness. Ingin memberikan kabar terbaru, "halo, finally saya sudah lulus nih". Tapi ternyata saya tidak bisa bohong, it was uncomfortable. Meski sering menuliskan banyak hal di blog ini, namun saya sebetulnya adalah orang yang cukup tertutup apalagi yang bersifat euforia, seperti halnya kabar kelulusan kemarin. Bagi saya, semakin sedikit orang tahu pencapaian hidup saya malah semakin baik. Namun kali ini saya tetap harus go public mengingat gol yang sudah saya raih tak hanya penghargaan luar biasa bagi saya dan keluarga, tapi juga cerita yang layak dipublikasikan sebagai sumber motivasi bagi orang lain. Apalagi karena dari dulu sudah cerita A-Z mengenai perjalanan hidup sebagai au pair, akan lebih memuaskan jika disuguhi cerita bahagia di akhir.
Flashback sedikit. Tepat setelah sidang tesis kemarin, dua penguji langsung memberikan nilai untuk tulisan dan juga performa presentasi saya. Meski di awal sempat berpikir akan dapat nilai rendah semisal D, tapi pada dasarnya saya tak peduli karena sistem nilai di Norwegia, E (1 poin) adalah nilai terendah untuk dinyatakan lulus. Yang penting selesai, pikir saya saat itu. It was just too much dan tesis selesai saja sudah bahagia rasanya. Bahkan saya pernah mendengar bahwa sesungguhnya tugas akhir terbaik adalah yang selesai. Tak ada yang akan bertanya juga apa nilai tesis saya karena itu hanyalah satu dari bagian mata kuliah selama dua tahun. But it turned out my defense day went pretty well dan saya mendapatkan nilai yang jauh lebih baik di luar ekspektasi! Bahagia? Tentu saja, meskipun saya selalu berpikir bahwa tulisan tersebut masih banyak kurangnya.
Baca juga: Welcoming My Baby
Namun setelah tahu betapa nilai akhir menjadi lebih berharga dari IPK, semua pemikiran saya di awal tentang nilai tesis ini jadi tak relevan! Meskipun dari dulu juga tujuan utama saya kuliah tidak untuk mengejar IPK. Di sini kita tak akan menemukan nilai IPK yang tertoreh di transkrip nilai kuliah, baik di universitas negeri maupun swasta — kecuali IPK tersebut tertulis secara unoffical untuk urusan administrasi. Yang ada, semua nilai mata kuliah yang sudah kita dapatkan hanya akan dibandingkan dengan nilai rata-rata semua mahasiswa di kelas. Di beberapa universitas swasta yang menganut sistem reputasi, mereka akan secara gamblang mengumumkan para mahasiswa terbaik yang lulus saat wisuda. Berbeda dengan universitas negeri yang menyejajarkan semua mahasiswa dengan sama, tanpa melabeli mereka dengan mana yang "terbaik". Meski ada atau tidak adanya IPK yang tercatat di ijazah, ternyata saya baru tahu bahwa orang sini akan lebih penasaran dengan nilai akhir kita saat ujian skripsi maupun tesis.
Di Indonesia, mungkin kita akan lebih sering mendengar, "IPK berapa? Cum laude?". Di sini, kamu akan lebih sering mendengar, "nilai skripsinya kemarin berapa? Dapat apa pas sidang tesis?". Itu yang saya tidak tahu dan itu pula yang ternyata menjadi standar ketidakpercayaan diri teman sekelas sendiri. Saya sudah bersama mereka selama dua tahun, sudah tiga semester juga disatukan dengan tugas kelompok dan proyek, maka sudah pasti saya paham performa mereka di kelas. Namun faktanya, seorang teman yang satu pembimbing dengan saya ketahuan berbohong soal nilainya setelah saya ketahui tanpa sengaja. Like, for what?! Saya tak peduli mereka dapat A, B, atau C, karena hal tersebut tak menjamin apapun dan tak berpengaruh juga dengan hidup saya. But no, for some people, grade is a big deal!
Saya juga sebetulnya malas untuk terlalu buka-bukaan tentang nilai yang saya dapat karena merasa hal tersebut tak penting bagi banyak orang. Mungkin juga sudah menjadi kultur di keluarga saya untuk tak terlalu komunikatif terhadap hal apapun, namun tidak bagi keluarga Mumu. Beberapa hari setelah sidang, saya diajak makan siang oleh keluarga Mumu di salah satu kafe di peternakan. Saya tidak pernah sama sekali mengomunikasikan semua hal ke mereka, termasuk tentang saya yang baru saja dinyatakan lulus sidang. But Mumu did.
Baru datang, saya langsung disambut dengan ucapan selamat dari ibu Mumu yang saya sadar memang baru dapat cerita dari anaknya. Beliau juga bertanya tentang nilai ujian akhir saya yang nyatanya juga sudah beliau ketahui. Murni, pertanyaan tersebut hanya basa-basi. Pertanyaan simpel yang jawabannya pun sama sekali tak memalukan. Namun entahlah, ada perasaan tak nyaman saat menjawabnya. Juga, karena hari itu ternyata adalah perayaan ulang tahun pernikahan orang tua Mumu sekalian merayakan kelulusan saya yang baru terjadi.
Namun cerita tak hanya sampai di situ. Beberapa hari setelah acara makan siang tersebut, saya diundang lagi ke acara lain bersama keluarga besar Mumu dari pihak ibunya. Semuanya terasa normal dan tidak ada satu pun yang membahas cerita kelulusan saya saat itu. Tapi beberapa menit sebelum acara selesai, ibu Mumu lagi-lagi membawa cerita defense day saya ke meja makan untuk didengar seluruh keluarga. Sejujurnya, sedikit berlebihan karena saya merasa tak perlu semua orang tahu. Masalah final grade pun lagi-lagi dipancing dan saya hanya bisa bungkam saat itu. Hanya Mumu di belakang berbisik memberi tahu karena doi sadar saya ogah-ogahan buka mulut. Semuanya bertepuk tangan dan lagi-lagi mengucapkan selamat. Menahan awkward, saya hanya bisa menunduk dan berterimakasih atas semua ucapan selamat yang diutarakan.
Mencari tahu mengapa nilai akhir begitu berharga, saya menemukan jawabnya dari salah satu forum macam Kaskus di Norwegia. Bagi orang sini, hasil akhir semacam tesis atau skripsi lebih mencerminkan nilai keseluruhan selama 2-5 tahun kita berkuliah. Jadi meskipun selama kuliah nilai kita A, B, A, B, namun di ujian akhir nilainya C, maka orang punya perspektif bahwa nilai rata-rata kita ya tetap C. Mengapa, karena tugas akhir ini dinilai adalah satu-satunya tugas mandiri dimana kita mesti riset dan menulis sendiri di depan layar dengan bantuan minim selama 4-9 bulan. Kita sendiri yang memilih topik, kita sendiri yang mengembangkan studi, dan kita juga yang menerjemahkannya ke sebuah tulisan akademik. It's our baby and the real struggle.
Makanya tak jarang, beberapa mahasiswa perfeksionis bersikeras mengejar nilai A di tugas akhir dan sedikit kecewa kalau tahu dapat B — apalagi C, meskipun C di Norwegia artinya "baik" atau sama dengan B- di Indonesia. Seorang mantan kolega saya bahkan mengajukan banding atas nilai B-nya karena yakin nilai skripsi mereka layak dapat A. Seintens itu hanya untuk mendapatkan hasil akhir yang sempurna. Bisa jadi juga karena jumlah kredit skripsi dan tesis mencapai 30-45 ECTS, maka mendapatkan nilai sempurna bisa mendongkrak semua nilai rata-rata mata kuliah secara keseluruhan. Terlebih, syarat untuk daftar Ph.D. di Norwegia kebanyakkan mewajibkan nilai rata-rata semua mata kuliah dan tesis minimal B. So, tak heran betapa pentingnya nilai akhir ketimbang jumlah IPK.
Tips untuk mahasiswa tahun terakhir dimana pun berada, seriuslah saat mengerjakan tugas akhir mu dan selesaikanlah! ☺
Hi Nin
BalasHapusSelamat sekali lagi. Soal nilai, begitu nanti masuk dunia pekerjaan, tentu sudah ngga ada yang ingat soal nilai lagi.
Makasih banyak, Cece!! ;)
HapusBener, Ce. Kecuali mau ngelamar kerja yang khusus jalur "fresh graduate" di perusahaan gede, biasanya tetep dimintain transkrip buat seleksi.
Hi Nin,
BalasHapusSelamat ya, I'm so happy for you. Semoga ilmunya berkah, dan dilancarkan semua urusan kamu kedepannya. Please stay safe and healthy!
Aaammmiinn.. Aaaammmiinn..
HapusMakasih banyak, Annisa :) Kamu juga ya, jaga diri dan kesehatan dimana pun berada.
Selamat Kak Nin atas perjuanganya menyelesaikan tugas akhirnya
BalasHapusThank you, Tria :)
HapusLama nggak mampir ternyata mbak Nin sudah lulus dengan nilai bagus. Congrats! Semoga jadi inspirasi bagi banyak pembaca untuk kejar edukasi. Info baru nih tentang anggapan tugas akhir disana. Kalau mau lanjut doktorat penting banget nilai bagus. Di dunia kerja faktor lain biasanya banyak berperan juga...
BalasHapusThank you, Phebie!! ;)
HapusAaammiinn.. Semoga makin banyak yang mau ngejar edukasi ya setelah baca postingan ini. Yes, kalo mau Ph.D. emang rata2nya ya mesti B dan tesis juga mesti B. Di dunia kerja banyak faktor dari orang dalem sampe level bahasa. Haha!